PERBEDAAN KUALITAS
Petunjuk
Dalil
Allah Swt
berfirman dalam Qs. Al Qolam, 68 : 35 –
36, yang berbunyi :
“Maka apakah (pantas) Kami
menjadikan orang-orang muslim itu sama dengan orang-orang yang berdosa?
Apa yang terjadi pada kamu, bagaimanakah kamu berhukum?”
Adapun maksud
dari ayat-ayat tersebut adalah bertujuan untuk memberikan pengajaran yang rinci
kepada ummat mukmin bahwa sebenarnya Allah Swt telah menetapkan “furqon” (garis pembeda/pemisah) antara
pedoman hidup ummat muslim dengan pedoman hidup yang diterapkan oleh orang-orang
yang tidak pernah mau menerima petunjuk Islam, dimana antara keduanya terdapat
sifat antagonistik yang saling
berlawanan dan tidak akan pernah dapat disamakan. Karena, Allah telah tetapkan
bahwa antara keduanya terdapat “dinding
pembatas dan jurang pemisah yang tidak akan pernah dapat ditembus oleh analisa
fikiran manusia”, sebagaimana diisyaratkan Allah di dalam Qs. Bani Isra’il, 17 : 45, yang
berbunyi :
“Dan (ketahuilah bahwa) apabila
kamu membaca Al Quran (dalam arti mempelajari dan mengkajinya) niscaya Kami akan
adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat,
suatu dinding yang tersembunyi”
Pengertian
Adapun
yang dimaksud “muslim” sebagaimana
petunjuk dalil tersebut adalah menunjukkan kepada orang-orang yang semasa
hidupnya senantiasa berserah diri kepada Allah, dan hanya mau berhukum dengan
hukum Allah. Sedangkan lafadz “al
mujrimun” adalah mengarah kepada orang-orang yang semasa hidupnya
senantiasa bergelimang dengan perbuatan dosa dan gemar melakukan berbagai ‘amal
kejahatan, lantaran keengganannya berhukum dengan hukum Allah, serta selalu
menafikan bukti-bukti kebenaran Ayat-ayat Allah. Sebaliknya, mereka justru lebih
suka memilih dan berfihak hukum-hukum jahiliyah yang notabene justru bertentangan
dengan hukum Allah tersebut (Qs. Al
Ma’idah, 5 : 50).
Dengan gambaran tersebut
nyatalah bahwa letak perbedaan kualitas antara ummat muslim dan kaum mujrimin
(orang-orang yang berdosa) terletak pada faktor penetapan dasar hukumnya. Bila
ummat muslimin berfihak kepada hukum
Allah dengan dasar pokoknya adalah Al Qur’an dan Sunnah Rasul yang Shahih, maka
sebaliknya, kaum mujrimin justru
menentang hukum Allah dan lebih berfihak kepada hukum-hukum, aturan-aturan dan
undang-undang yang tidak bersumber dari Allah. Dengan demikian, antara muslimin dan mujrimin jelas terdapat jurang pemisah antara keduanya, sebagaimana
digambarkan Allah dalam Qs. Ath Thariq,
86 : 13 yang mengisyaratkan bahwa “apabila
Al Qur’an diketengahkan, maka terpisahlah antara faktor kebenaran
(al haq) dan segala bentuk kebathilan (al bathil)”. Allah Swt berfirman :
“Sesungguhnya Al Quran itu
benar-benar firman yang memisahkan (antara yang haq dan yang bathil).”
Perbedaan Kualitas
Sebagaimana yang telah difahami pada Risalah edisi sebelumnya, bahwa pada
prinsipnya Allah Swt menghendaki agar setiap pribadi muslim mampu membangun karakter
dan kepribadian dirinya secara utuh berdasarkan tuntunan Al Qur’an dan Sunnah
Rasul yang shahih, serta senantiasa berjalan di atas rel syari’at (sistem hidup)
yang telah ditetapkan Allah atas dirinya, yaitu Ad Diinul Islam (Qs. Al
Jatsiyah, 45 : 18). Karena, hanya dengan menepati dua hal tersebutlah, maka
secara pasti akan memberikan kualitas yang ber-beda dan tidak akan pernah dapat
disamakan dengan orang-orang yang selalu menolak ajakan dan seruan Dinullah, dan mudah terjebak pada berbagai perilaku dosa.
Untuk melihat letak perbedaan kualitas tersebut, paling tidak dapat diukur
melalui tiga parameter, antara lain sebagai berikut :
1.
Faktor motivasi atau faktor nawaitu yang melatarbelakangi seseorang dalam melaksanakan sebuah
‘amaliyah. Seorang muslim tentu senantiasa meletakkan motivasi hidupnya “semata-mata karena, untuk dan demi Allah”
dan tidak kepada yang selainnya (Qs. Al
An’am, 6 : 162 – 163), sehingga dalam menga-tur dan mengelola seluruh aspek
kehidupannya akan selalu terkontrol dan terkendali oleh bimbingan wahyu (Qs. An Najm, 53 : 3 – 4) dan bukan atas
dasar dorongan nafsu, logika, atau kehendak pribadinya semata, sebagaimana yang
telah mengilhami tindakan dan perilaku orang-orang yang semasa hidupnya telah
terlanjur mendewa-dewakan faktor rasio dan bisikan hawa nafsunya (Qs. Al Jatsiyah, 45 : 23).
2.
Faktor penerimaannya terhadap Al Qur’an. Seorang muslim tentu akan menerima Al Qur’an dengan sepenuh hatinya, tanpa
ada sikap membantah, menyanggah, mengurangi atau menambahi, walau sekecil
apapun. Karena pada dasarnya Allah telah tetapkan bahwa keberadaan Al Qur’an itu
adalah “Kalam yang maha sempurna” dan
tidak ada yang dapat mengubah atau memalsukannya (Qs. Al An’am, 6 : 115). Oleh sebab itu, dalam mengatur seluruh lini
kehidupannya, seorang muslim tentu akan senantiasa menjadikannya sebagai
pedoman dan panduan pokok bagi hidupnya (Qs.
Al Jatsiyah, 45 : 20), serta tidak akan mungkin mengabaikannya apalagi hingga
mendurhakai-nya, sebagaimana perilaku orang-orang yang dikala hidupnya selalu
bergelimang dengan perbuatan dosa lagi tercela (Qs. Al Furqon, 25 : 30 – 31).
3.
Faktor keyaqinannya kepada Islam. Dengan
memahami kesempurnaan Al Qur’an dan kemurnian Islam tersebut, maka seorang
muslim secara pasti akan meletakkan segenap keberadaan lahiriyah dan bathiniyahnya
untuk selalu berada di atas jalan Islam milik Allah tersebut, dan tidak akan
penah mau mencampurinya dengan berbagai perbuatan dosa yang muncul dari hasil imajinasi
fikirannya, perasaannya, maupun kemauannya (Qs. Az Zumar, 39 : 3). Hal tersebut muncul karena faktor keyakinannya
yang utuh terhadap ajaran Islam dan Al Qur’an, sehingga dengan sendirinya akan
melahirkan berbagai wujud pengorbanan, baik dalam hal harta maupun kesemangatan
dirinya dalam rangka mengangkat kepentingan-kepentingan Islam (Qs. Al Hujurat, 49 : 15). Hal ini tentu
tidak akan mampu dilakukan oleh orang-orang yang didalam hidupnya telah
terkungkung dengan berba-gai perbuatan dosa dan tercela, lantaran didalam dirinya
telah mengalami kebutaan rohani dan dihinggapi berbagai penyakit keragu-raguan yang
menyesatkan (Qs. Al Baqarah, 2 : 23 – 24).
Dengan demikian
nyatalah bahwa sebenarnya antara “Al
Muslimin” (orang-orang yang memerankan Islam) dengan “Al Mujrimin” (orang-orang yang memerankan dosa) terdapat perbedaan
yang mencolok dalam hal kualitasnya.
Natijah
No comments:
Post a Comment