Saturday, November 23, 2013

PERBEDAAN KUALITAS



    PERBEDAAN KUALITAS


Petunjuk Dalil

Allah Swt berfirman dalam Qs. Al Qolam, 68 : 35 – 36, yang berbunyi :

                
“Maka apakah (pantas) Kami menjadikan orang-orang muslim itu sama dengan orang-orang yang berdosa?
Apa yang terjadi pada kamu, bagaimanakah kamu berhukum?”

Adapun maksud dari ayat-ayat tersebut adalah bertujuan untuk memberikan pengajaran yang rinci kepada ummat mukmin bahwa sebenarnya Allah Swt telah menetapkan “furqon” (garis pembeda/pemisah) antara pedoman hidup ummat muslim dengan pedoman hidup yang diterapkan oleh orang-orang yang tidak pernah mau menerima petunjuk Islam, dimana antara keduanya terdapat sifat antagonistik yang saling berlawanan dan tidak akan pernah dapat disamakan. Karena, Allah telah tetapkan bahwa antara keduanya terdapat “dinding pembatas dan jurang pemisah yang tidak akan pernah dapat ditembus oleh analisa fikiran manusia”, sebagaimana diisyaratkan Allah di dalam Qs. Bani Isra’il, 17 : 45, yang berbunyi :


“Dan (ketahuilah bahwa) apabila kamu membaca Al Quran (dalam arti mempelajari dan mengkajinya) niscaya Kami akan adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, suatu dinding yang tersembunyi”

Pengertian

                Adapun yang dimaksud “muslim” sebagaimana petunjuk dalil tersebut adalah menunjukkan kepada orang-orang yang semasa hidupnya senantiasa berserah diri kepada Allah, dan hanya mau berhukum dengan hukum Allah. Sedangkan lafadz “al mujrimun” adalah mengarah kepada orang-orang yang semasa hidupnya senantiasa bergelimang dengan perbuatan dosa dan gemar melakukan berbagai ‘amal kejahatan, lantaran keengganannya berhukum dengan hukum Allah, serta selalu menafikan bukti-bukti kebenaran Ayat-ayat Allah. Sebaliknya, mereka justru lebih suka memilih dan berfihak hukum-hukum jahiliyah yang notabene justru bertentangan dengan hukum Allah tersebut (Qs. Al Ma’idah, 5 : 50).
                Dengan gambaran tersebut nyatalah bahwa letak perbedaan kualitas antara ummat muslim dan kaum mujrimin (orang-orang yang berdosa) terletak pada faktor penetapan dasar hukumnya. Bila ummat muslimin berfihak kepada hukum Allah dengan dasar pokoknya adalah Al Qur’an dan Sunnah Rasul yang Shahih, maka sebaliknya, kaum mujrimin justru menentang hukum Allah dan lebih berfihak kepada hukum-hukum, aturan-aturan dan undang-undang yang tidak bersumber dari Allah. Dengan demikian, antara muslimin dan mujrimin jelas terdapat jurang pemisah antara keduanya, sebagaimana digambarkan Allah dalam Qs. Ath Thariq, 86 : 13 yang mengisyaratkan bahwa “apabila Al Qur’an diketengahkan, maka terpisahlah antara faktor kebenaran

(al haq) dan segala bentuk kebathilan (al bathil)”. Allah Swt berfirman :

“Sesungguhnya Al Quran itu benar-benar firman yang memisahkan (antara yang haq dan yang bathil).”

Perbedaan Kualitas

Sebagaimana yang telah difahami pada Risalah edisi sebelumnya, bahwa pada prinsipnya Allah Swt menghendaki agar setiap pribadi muslim mampu membangun karakter dan kepribadian dirinya secara utuh berdasarkan tuntunan Al Qur’an dan Sunnah Rasul yang shahih, serta senantiasa berjalan di atas rel syari’at (sistem hidup) yang telah ditetapkan Allah atas dirinya, yaitu Ad Diinul Islam (Qs. Al Jatsiyah, 45 : 18). Karena, hanya dengan menepati dua hal tersebutlah, maka secara pasti akan memberikan kualitas yang ber-beda dan tidak akan pernah dapat disamakan dengan orang-orang yang selalu menolak ajakan dan seruan Dinullah, dan mudah terjebak pada berbagai perilaku dosa.
Untuk melihat letak perbedaan kualitas tersebut, paling tidak dapat diukur melalui tiga parameter, antara lain sebagai berikut :
1.     Faktor motivasi atau faktor nawaitu yang melatarbelakangi seseorang dalam melaksanakan sebuah ‘amaliyah. Seorang muslim tentu senantiasa meletakkan motivasi hidupnya “semata-mata karena, untuk dan demi Allah” dan tidak kepada yang selainnya (Qs. Al An’am, 6 : 162 – 163), sehingga dalam menga-tur dan mengelola seluruh aspek kehidupannya akan selalu terkontrol dan terkendali oleh bimbingan wahyu (Qs. An Najm, 53 : 3 – 4) dan bukan atas dasar dorongan nafsu, logika, atau kehendak pribadinya semata, sebagaimana yang telah mengilhami tindakan dan perilaku orang-orang yang semasa hidupnya telah terlanjur mendewa-dewakan faktor rasio dan bisikan hawa nafsunya (Qs. Al Jatsiyah, 45 : 23).
2.     Faktor penerimaannya terhadap Al Qur’an. Seorang muslim tentu akan menerima Al Qur’an dengan sepenuh hatinya, tanpa ada sikap membantah, menyanggah, mengurangi atau menambahi, walau sekecil apapun. Karena pada dasarnya Allah telah tetapkan bahwa keberadaan Al Qur’an itu adalah “Kalam yang maha sempurna” dan tidak ada yang dapat mengubah atau memalsukannya (Qs. Al An’am, 6 : 115). Oleh sebab itu, dalam mengatur seluruh lini kehidupannya, seorang muslim tentu akan senantiasa menjadikannya sebagai pedoman dan panduan pokok bagi hidupnya (Qs. Al Jatsiyah, 45 : 20), serta tidak akan mungkin mengabaikannya apalagi hingga mendurhakai-nya, sebagaimana perilaku orang-orang yang dikala hidupnya selalu bergelimang dengan perbuatan dosa lagi tercela (Qs. Al Furqon, 25 : 30 – 31).
3.     Faktor keyaqinannya kepada Islam. Dengan memahami kesempurnaan Al Qur’an dan kemurnian Islam tersebut, maka seorang muslim secara pasti akan meletakkan segenap keberadaan lahiriyah dan bathiniyahnya untuk selalu berada di atas jalan Islam milik Allah tersebut, dan tidak akan penah mau mencampurinya dengan berbagai perbuatan dosa yang muncul dari hasil imajinasi fikirannya, perasaannya, maupun kemauannya (Qs. Az Zumar, 39 : 3). Hal tersebut muncul karena faktor keyakinannya yang utuh terhadap ajaran Islam dan Al Qur’an, sehingga dengan sendirinya akan melahirkan berbagai wujud pengorbanan, baik dalam hal harta maupun kesemangatan dirinya dalam rangka mengangkat kepentingan-kepentingan Islam (Qs. Al Hujurat, 49 : 15). Hal ini tentu tidak akan mampu dilakukan oleh orang-orang yang didalam hidupnya telah terkungkung dengan berba-gai perbuatan dosa dan tercela, lantaran didalam dirinya telah mengalami kebutaan rohani dan dihinggapi berbagai penyakit keragu-raguan yang menyesatkan (Qs. Al Baqarah, 2 : 23 – 24).
Dengan demikian nyatalah bahwa sebenarnya antara “Al Muslimin” (orang-orang yang memerankan Islam) dengan “Al Mujrimin” (orang-orang yang memerankan dosa) terdapat perbedaan yang mencolok dalam hal kualitasnya.  

Natijah

Dengan uraian terperinci tersebut, maka selayaknya ummat mukmin segera menentukan sikapnya terhadap ajakan dan suara Kebenaran yang bersumber dari Al Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya yang Shahih. Karena sejatinya, hanya Al Qur’an dan Sunnah Rasul-lah yang telah ditetapkan Allah sebagai satu-satunya sumber hukum dalam Islam. Barangsiapa yang berpegang teguh dengan keduanya, niscaya tidak akan pernah tersesat untuk selama-lamanya (Hadits Mutawattir Riw. Muslim). Karena itu, coba tanyakan dalam diri kita, dimana sebenarnya posisi kita saat ini berada, sebagai muslimkah atau sebaliknya, kaum mujrimin??

No comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.

Risalah Islam eL-MUQOFFA

Template Hits

PopularPosts

Followers